
TIDORE – Polemik pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang dinilai tak adil dan sarat diskriminatif, terus menuai berbagai tanggapan publik.
DBH milik 10 kabupaten atau kota di wilayah Maluku Utara yang bersumber dari pajak, baru disalurkan ke dua kabupaten yakni Halmahera Utara dan Halmahera Barat, sedangkan 8 kabupaten atau kota lainnya belum ada kejelasan.
Menyikapi hal itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tidore Kepulauan, Drs. H. Ade Kama menyampaikan turut prihatin DBH Kota Tidore yang belum disalurkan selama empat tahun oleh Pemprov Malut.
“Kondisi ini telah berdampak signifikan terhadap pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan publik di daerah kami,” ungkap Ade Kama, Senin 21 April 2025.

Menurutnya, DBH merupakan hak konstitusional daerah yang seharusnya diterima secara adil dan tepat waktu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia bilang, keterlambatan penyaluran dana ini tidak hanya menghambat pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan.
“Saya mendukung penuh langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, termasuk Wali Kota Muhammad Sinen, dalam memperjuangkan hak-hak keuangan daerah,” tegasnya.
Ketua DPRD Kota Tidore itu sebut, pihaknya juga mengapresiasi partisipasi aktif masyarakat, termasuk Solidaritas ASN Untuk Masa Depan Tidore Kepulauan (SOMASI) dan Barisan Kepala Desa (Barikade) Kota Tidore Kepulauan, yang telah menyuarakan aspirasi mereka secara konstruktif.
“Kami berharap Pemerintah Provinsi Maluku Utara segera merealisasikan penyaluran DBH yang tertunda, sehingga pembangunan di Kota Tidore Kepulauan dapat berjalan sesuai rencana dan harapan masyarakat,” pintanya.
Ade juga mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk segera menyalurkan DBH yang menjadi hak Kota Tidore Kepulauan. Selain itu, dia juga meminta transparansi dalam proses penyaluran dana tersebut, agar tidak terjadi ketimpangan alokasi anggaran antar daerah di provinsi ini.
“Kami akan mendesak DPRD Provinsi Maluku Utara untuk mengusut tuntas praktek buruk pengelolaan DBH Provinsi yang amburadul ini, termasuk mencari dalang dan aktor dibalik kekacauan penyaluran DBH selama ini,” ancamnya.
Ade tambahkan, pihaknya bakal meminta DPRD Provinsi Malut untuk memanggil Gubernur Maluku Utara mempertanyakan soal penyaluran DBH milik 10 kabupaten atau kota yang diberikan secara sepihak kepada 2 kabupaten.
Ade menegaskan sebagai lembaga legislatif, DPRD Kota Tidore Kepulauan akan terus mengawal proses ini dan memastikan bahwa hak-hak daerah Tidore dipenuhi.
“Kami percaya bahwa dengan kerja sama yang baik antara pemerintah daerah, legislatif, dan masyarakat, kita dapat mewujudkan pembangunan yang adil dan merata di seluruh wilayah Maluku Utara,” pungkasnya.
Penulis: Muajmin Soa Bobo