
Penulis: Dr. Abdul Motalib Angkotasan, S.Pi, M.Si *)
Cuaca yang berubah dan tidak dapat diprediksi merupakan indikator adanya perubahan iklim. Kondisi ini membahayakan keberlangsungan hidup di bumi. Pasalnya, perubahan iklim punya daya rusak yang tinggi. Terutama bagi Kawasan pesisir dan laut, termasuk ekosistem terumbu karang.
Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu muka bumi atau yang dikenal dengan pemanasan global (Globa Warming). Bahkan saat ini muncul istilah yang lebih mengerikan yakni pendidihan global. Artinya, bumi bukan hanya mengalami panas biasa tapi sudah terjadi pendidihan. Jika tidak segerah tertangani oleh aksi iklim secara internasional, kemungkinan terjadinya kepunahan masalah tidak bisa terelakan. Utamanya kepunahan berbagai organisme di bumi yang rentan terhadap kenaikan suhu.
Dampak perubahan iklim di lautan
Berubahnya iklim global berkontribusi terhadap perubahan dinamika lautan atau dinamika oseaografi. Terdpat tiga fenomena di lautan sbagai dampak dari adanya perubahan iklim. Pertama, kenaikan suhu permukaan laut. Intensitas matahari yang tinggi di perairan memciu naiknya suhu permukaan laut. Ini terjadi karena panas bumi yang masuk perairan selanjutnya di pantulkan ke atmosfer terhambat oleh aerosol. Aerosol adalah Kumpulan awan yang terbentuk dari ikatan berbagai gas-gas di atmosfer, utamaya ikatan carbon. Aerosol ini menjadi penghalang pantulan balik sinar matahari ke angkasa laur, memicu suhu bumi dan suhu permukaan laut menjadi meningkat. Pasalnya panas yang terjebak antara aerosol dan bumi membuat suhu bumi panas bahkan menuju pendidihan.
Kedua, kenaikan muka air laut. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya volume air laut, dipicu oleh mencarinya es di daerah kutub karena pemanasan global. Kondisi ini terlihat jelas saat pengamatan proses pasang surut air laut, jika pasanh tertinggi melampau batas pasang tertinggi pada tahun tahun sebelumnya, itu artinya muk aiar laut di Kawasan tersebut mengalami kenaikan. Berbagai hasil riset oleh para ilmuan menjelaskan bahwa naiknya muka air laut mencapai satu senti meter setiap tahunnya.
Ketiga, kenaikan pH perairan memicu keasaman laut (ocean acidification). Laut menjadi asam disebabkan oleh suplai Karbon Dioksida (CO2) yang berlebihan ke lautan. Unsur Karbon Dioksida di perairan berasal dari berbagai sumber: cerobong asap industri, asap kendaraan bermotor, pembakaran kotoran ternak, dan pembakaran hutan. Karbon Dioksida yang melimpah di atmosfer selanjutnya akan mengalami difusi dan masuk perairan karena konsentrasi karbin di atmosfer lebih tinggi dari di perairan. Tingginya unsur Karbon Dioksida diperairan menyebakna perairan mengalami keasaman. Unsur Karbon Dioksida akan berikatan dengan unsur Dihidrogen (H2) di perairan membentuk asam karbonat. Semakin banyak Karbon Dioksida, maka akan semakin banyak unsur Hidrogen yang saling berikatan. Hal ini membuat kadar pH perairan menjadi turun dan lautan menjadi asam. Jika pH perairan kurang dari 7 maka perairannya dikategorikan dalam kondisi asam atau terjadi ocean acidification.
Dampak perubahan iklim terhadap ekosistem terumbu karang
Perubahan iklim memberikan dampak yang signifiakn terhadap keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang. Naiknya suhu permukaan laut memberikan tekanan dan ancaman bagi kehoduapn karang. Suhu air laut yang meningkat dapat melampaui ambang batas toleransi dan kemampuan adaptif karang terhadap kenaikan suhu. Karang optimal tumbuha pada kisaran 230C – 290C, akan tetaoi masih bisa mentolerir perubahan suhu hingga 180C dan 330C untuk waktu yang tidak terlalu lama. Kenaikan suhu permukaan laut akibat pemanasan global mengancam terumbu karang. Kematian masal karang terjadi karena kenaikan suhu yang dieknal dengan peristiwa pemutihan karang (Coral Bleaching). Fenoemna ini terjadi di tahun 1982, tercacat juga terjadi apda tahun 2016 dan 2024.
Naiknya muka air laut menjadi indicator adanya penabahan volume air, tinggi air pasang melampau batas biasanya. Fenomena ini memberikan dampak terhadap kehidupan terumbu karang, utamnya di laut dalam antara 25 – 30 m. Pasalnya, intensitas cahaya matahari berubah karena naiknya muka air lau. Jika tinggi muka air laut meningkat 1 m, maka posisi kedalaman laut menjadi berubah. Cahaya matahari penting bagi kehidupan karang, dibutuhkan oleh alga simbion karang (Zooxantheale) untuk melakukan proses fotosintesis. Hasil dari proses fotosintesisi inilah yang disuplai ke karang baik nutrient maupun oksigen.
Laut berubah menjadi asam adalah fenomena dmapak perubahaniklim. Laut yang asam berdampak buruk bagi kehidupan terumbu karang, bahkan diproyeksi dapat memicu kepunahan masalah karang. Pasalnya, pH periaran yang berubah menjadi asam membuat karang tidak mampu membentuk terumbu. Proses kalsifikasi atau proses pembentukan terumbu oleh hewan karang mengandalkan pH basah berikisa natara 7,1 – 8,5.
Selain itu, perubahan iklim juga membuat cuaca mengalami fluktuasi bahkan cenderung memicu terjadinya cuaca ekstrim. Kekeringan dan curah hujan tinggi adalah buktinya. Kondisi ini mengancam kehidupan karang. Pasalnya, curah hujan tinggi berkontribusi dalam transport material dari daratan melalui aliran permukaan (run off) menuju perairan. Akibatnya laju sedimentasi tinggi, meningkatnya material tersuspensi dan memicu pencemaran perairan. Karang akan mati jika kualitas perairan berubah apalagi tercemar.
Rekomendasi Aksi Bersama
Ekosistem terumbu krang adalah ekosistem uatam pesisir dan laut, menyediakan kebutuhan pangan bagi Masyarakat pesisir. Kurang lebih satu milyar Masyarakat pesisir hidup bergantung apda eksositem ini. Ditengah tekanan dan ancaman perubahan iklim yang dihadapi saat ini, kolaborasi seluruh elemen Masyarakat untuk menyelamatkan keberlangsungan terumbu karang menjadi suatu keniscayaan. Empat aksi yang eprlu dilakuakn secara Bersama dalam Upaya menyelmaktan masa depan terumbu karang. Pertama, kerakan sadar iklim. Kedua, rehabilitasi dan restorasi ekosistem terumbu karang. Ketiga, pendanana karang global.
Harapn besarnya, aksi bersama untuk terumbu karang dunia ini dapat menjamin keberalngsungan hidupnya dan memastikan keindahanya masih dinikmati oleh generasi berikutnya. Semoga!
Penulis adalah Dosen Ilmu kelautan Universitas Khairun Ternate.