
JOGJA – Di tengah arus globalisasi, pelestarian dan kecintaan akan budaya daerah menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi generasi muda yang merantau ke luar dari tanah kelahiran mereka.
Di era digital, budaya tradisional semakin tergerus oleh modernisasi. Namun, Perkumpulan Keluarga Pemuda Mahasiswa (PKPM) Nuku Yogyakarta, hadir dengan gagah memperkenalkan kebudayaan khas Kota Tidore Kepulauan di rantau.
PKPM Nuku Yogyakarta menggandeng Teman Pelajar Aceh memperingati Hari Jadi Tidore (HJT) ke-917 tahun dengan pertunjukan seni khas daerah yang berjalan lancar dan khidmat.
Kegiatan itu bertujuan untuk merawat dan melestarikan budaya serta mempromosikan tradisi Kota Tidore di kanca nasional maupun Internasional, bahwa di ujung timur Indonesia ada Pulau Tidore dengan sejuta peradaban, pusat kekuasaan dan pijar perdagangan rempah.

Siti Chumairah Anwar sebagai Ketua Panitia mengatakan, Hari Jadi Tidore merupakan peringatan hari bersejarah yang menandai lahirnya Tidore Kepulauan sebagai bagian dari perjalanan panjang peradaban di Maluku Utara.
“Tidore adalah pulau yang kaya akan sejarah, sebagai daerah kesultanan islam tertua di Nusantara, Tidore memiliki peran penting dalam perdagangan rempah-rempah dan interaksi budaya serta politik di kawasan timur Indonesia,” tuturnya.
Chumairah sebut, HJT dirayakan sebagai bentuk penghormatan atas warisan leluhur, mempertahankan nilai-nilai budaya dan memperkuat identitas masyarakat Tidore di tengah perkembangan zaman.
“Peringatan ini juga menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan dan pencapaian yang telah diraih, sekaligus mempererat persatuan masyarakat dalam membangun Tidore yang lebih maju dan sejahtera,” akunya.
Menurutnya, kegiatan ini dilakukan PKPM Nuku Yogyakarta berkolaborasi dengan Teman Pelajar Aceh sebagai bentuk pelestarian budaya leluhur yang dikemas dalam pertunjukan seni.
“Tujuan dari kegiatan adalah merawat dan melestarikan budaya Tidore di tanah rantauan, kemudian mempromosikan tradisi Tidore di kancah nasional maupun internasional serta terjalinnya silaturahmi antara mahasiswa Tidore yang berada di Yogyakarta,” paparnya.
Chumairah bilang dirinya mewakilih panitia mengucapkan terimakasih banyak kepada Taman Pelajar Aceh yang telah berkontribusi dalam kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar.
“Ino Ngone Mapolu, Marimoi Nyinga Se Gogahi, Sogoliho Kie Se Gam Ma Cahaya yang berarti Mari kita berkumpul satukan hati, pikiran dan gagasan untuk Tidore yang cemerlang,” cetusnya.
Sementara, Ketua Umum Taman Pelajar Aceh, Muhammad Mufariq Muchlis menyampaikan bahwa Aceh dan Tidore memiliki bara semangat yang sama dalam memperjuangkan hak-haknya.
“Saya mengapresiasi setinggi-tingginya antusiasme semua pihak dalam merayakan dan menghidupkan kembali kekayaan kebudayaan yang diwariskan,” ungkapnya.
Mufariq juga menyerukan agar momentum peringatan ini menjadi inspirasi untuk bersama-sama menciptakan kejayaan di masa depan.
“Selamat Hari Jadi Tidore ke-917 tahun,” ucap pelajar asal Provinsi Aceh itu.
Sedangkan, Ketua PKPM Nuku, Afdhan Abdullatif, menegaskan bahwa 917 tahun, sebuah angka yang tidak sekadar mencerminkan lamanya waktu, tetapi juga dalamnya sejarah. Tidore bukan hanya sebuah kota, bukan sekadar pulau kecil di timur Indonesia. Tidore adalah saksi perjalanan panjang peradaban, pusat kekuasaan, dan pijar perdagangan rempah.
“Dan yang membuat malam ini semakin berkesan adalah kehadiran saudara-saudari kita dari Taman Pelajar Aceh Yogyakarta yang bersama sama PKPM Nuku untuk memperingat HJT 917,” akunya.
Afdhan bilang jika melihat peta Indonesia, Aceh dan Tidore adalah dua wilayah yang secara geografis berada di dua ujung Nusantara—barat dan timur—namun memiliki satu benang merah yang kokoh semangat perjuangan.
“Teman-teman, Mari kita ingat sejenak sosok Sultan Nuku, pahlawan nasional dari Tidore, yang dengan gigih melawan kolonialisme Belanda dan berhasil memulihkan kedaulatan Kesultanan Tidore dengan kekuatan armada lautnya. Sultan Nuku bukan hanya pejuang, tetapi juga seorang pemimpin yang menyatukan,” pungkasnya.
Penulis: Andi Samad