_ _ _ _

HALTIM – Salawaku Institute bersama warga kembali menggelar aksi protes penolakan aktivitas pembangunan jetty, perusahan tambang Nikel PT. Sambaki Tambang Sentosa (STS) yang diduga ilegal, pada 4 Juni 2025.

Jetty PT. STS tersebut dibangun di pesisir Dusun Memeli, Desa Pekaulang, Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.

Protes tersebut, dimulai sekitar pukul 14.00 WIT di lokasi proyek Jetty PT. STS. Namun sayangnya, di lapangan warga justru menemui sejumlah aparat kepolisian dan tentara yang melakukan penjagaan.

“Tidak ada aktivitas pekerjaan. Alat-alat berat dan mobil DT ditutup dengan terpal biru. Kami hanya menemui polisi, brimob, dan tentara yang sedang berjaga di lokasi,” ucap M. Said Marsaoly, warga Halmahera Timur.

M. Said Marsaoly mengatakan, aktivitas di area itu dengan sengaja dihentikan sementara, lantaran pihak perusahaan telah mengetahui adanya aksi di lokasi tersebut. Kami menduga mereka mengetahui melalui pemberitahuan aksi yang dimasukan ke Polres Halmahera Timur.

“Sejak diajukan surat aksi ke Polres Haltim pada 2 Juni 2025, di saat yang sama juga kami duga sudah ada pemberitahuan ke perusahaan. Sebab itu, ketika kami datang tidak ada aktivitas di lokasi proyek,” tuturnya.

Meski begitu, kata Said yang juga Ketua Salawaku Institute itu, dari informasi yang diperoleh sekaligus pengamatan langsung menunjukkan, perusahaan kembali menggelar operasi saat warga balik ke rumah. “Sebenarnya itu, perusahaan terus beroperasi. Dan kami memantau itu,” tegasnya.

Said bilang, berdasarkan penelusuran mereka, terminal khusus atau Jetty yang dibangun oleh PT STS di Memeli itu, tidak mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) serta sejumlah dokumen lain seperti UKL-UPL maupun persetujuan lingkungan.

Suasana aksi protes Salawaku Institute bersama warga di lokasi Jetty PT. STS.

Selain itu, lokasi Jetty yang baru dibangun itu berada di luar konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT STS. Dengan begitu, perusahaan wajib memiliki dokumen KKPRL atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Dokumen ini sebenarnya bersifat wajib sebelum dokumen perizinan lingkungan yang lain,” jelasnya.

Atas itu maka, Maka Salawaku Institute mendesak kepada Polres Halmahera Timur dan Polda Maluku Utara untuk menghentikan aktivitas PT STS, serta melakukan penyelidikan terkait pembangunan Jetty yang dibangun di Memeli, termasuk juga memeriksa seluruh pejabat lokal serta aparat yang terlibat dalam pembiaran pelanggaran ini.

“Ini peringatan kami, dengan harapan aparat tidak bertindak sebaliknya, yakni melindungi perusahaan yang telah melanggar hukum,” ujarnya.

Terakhir, kami meminta kepada Kementerian Perhubungan dan KKP untuk tidak menerbitkan izin berupa KKPRL atau Tersus untuk Jetty di Memeli selama pelanggaran hukum dan lingkungan belum diselesaikan.

Penulis: Abdul Malik

Bagikan: