
TERNATE – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) simpul Maluku Utara telah meluncurkan laporan akhir tahun 2024 bertajuk “Bencana Ekstraktifisme yang Terorganisir di Maluku Utara” dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan, pada Jumat, 21 Desember 2024.
Diskusi yang diisi pemutaran film dokumenter “Tipu-Tipu Transisi Energi” tersebut, digelar di Kedai Ke6, Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Ternate.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber utama: pegiat JATAM Julfikar Sangaji, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nurkholis Lamaau, dan perwakilan warga Desa Sagea, Fitria Salim. Ketiganya membahas dampak luas dari aktivitas ekstraktif di Maluku Utara terhadap masyarakat dan lingkungan.

Julfikar Sangaji menjelaskan banyak izin tambang yang diterbitkan di Maluku Utara telah menyebabkan kerusakan sosial dan ekologis yang masif. Ia menyerukan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap izin tambang dan pemberlakuan moratorium aktivitas tambang yang sedang berjalan.
Kelimpahan sumber daya seperti nikel, emas, dan bijih besi yang seharusnya menjadi berkah kini berubah menjadi kutukan akibat kepentingan elit penguasa,” ungkap Julfikar. Ia memprediksi kondisi di Maluku Utara akan semakin memburuk pada 2025, terutama dengan meningkatnya ambisi pemerintah untuk menggenjot nilai tambah komoditas nikel.
Sementara, Nurkholis Lamaau mengkritisi minimnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat terdampak. Ia menuding pemerintah cenderung berpihak kepada “oligarki” yang mengabaikan hak rakyat.
Agenda politik demokrasi sering kali dimanipulasi oleh parah elit demi kepentingan “oligarki”, tegasnya ia mencontohkan kasus tambang PT Priben Lestari di pegunungan Wato-wato Halmahera Timur, yang mengabaikan dampak lingkungan dan sosial.
Sedangkan, Fitria Salim, sebagai warga terdampak akibat aktivitas tambang, Ia menceritakan pengalaman masyarakat lingkar tambang akibat keberadaan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Ia menyoroti dampak banjir besar yang terutama dirasakan perempuan dan anak-anak.
Kerusakan lingkungan memengaruhi kualitas hidup perempuan, yang bergantung pada alam untuk kesejahteraan mereka,” katanya.
Fitria juga melakukan upaya-upaya penyedaran terhadap generasi muda melalu komunitas perempuan di Desa Sagea yang bertujuan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu perempuan, kekerasan seksual yang berdampak langsung terhadap mereka.
Diskusi ini menegaskan pentingnya perlawanan terhadap praktik ekstraktif yang merugikan masyarakat dan lingkungan di Maluku Utara. Kolaborasi antara komunitas, aktivis, dan jurnalis diharapkan dapat memperkuat advokasi dalam menghadapi tantangan pada tahun-tahun mendatang. (rls/and)
Reporter : Redaksi
Editor : Andi