_ _ _ _

Oleh: Samsudin Wahab Genvyr

Tulisan ini mungkin lumayan panjang dan membosankan. Saya sudah berusaha untuk menuliskannya dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami. Namun saya mohon maaf karena terkadang ada istilah-istilah tertentu yang tak bisa saya hindari penggunaannya. Tapi saya kira ini bisa berupa informasi penting bagi kita semua. Ini menyangkut pencemaran lingkungan, yang berkaitan dan berpengaruh penting bagi keberlangsungan hidup manusia, makhluk lain dan bumi⸺Ini menyangkut nasib kita semua.

Senin 26 Mei 2025, Kompas. Co. Merilis berita tentang hasil penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako yang menemukan pencemaran logam berat merkuri dan arsenik pada sampel Ikan di area pertambangan dan pengolahan nikel teluk Weda, Halmahera Tengah. Sebanyak 47% sampel darah warga sekitar yang diteliti juga mengandung merkuri dan 32% memiliki kadar arsenik yang melebihi batas aman.

Secara umum, pencemaran lingkungan dapat terjadi dengan sebab yang sangat luas. Namun, yang sering terjadi adalah karena adanya aktivitas manusia, seperti pertambangan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sampah rumah tangga dan sampah-sampah yang bersumber dari individu maupun usaha-usaha mikro yang lain seperti bengkel motor/mobil atau sebab-sebab yang lain. Di bawah ini saya akan membahas tentang logam berat dan dampak pencemarannya.

Sebagian logam berat dapat mencemari lingkungan dan berdampak buruk bagi mahluk hidup dan lingkungan. Namun logam berat mungkin hanya familiar di sebagian kalangan, seperti akademisi atau akademisi yang membidangi sains, pegiat lingkungan maupun mahasiswa jurusan IPA/sains atau Sarjana lulusan Sains, yang pernah mempelajarinya. Sementara khalayak umum, atau mereka yang justru paling dekat dengan sumber pencemaran masih asing dengan istilah itu. Padahal penting bagi masyarakat untuk tahu apa itu logam berat dan bagaimana dampaknya bagi lingkungan, karena mereka juga bisa terdampak pencemaran bahkan bisa mengalaminya lebih dulu ketimbang mereka yang tahu banyak soal logam berat tapi jauh dari area yang tercemar.

Kiranya penting menurut saya sebelum melangkah lebih jauh ke pokok persoalan, untuk terlebih dahulu memperkenalkan kepada anda tentang logam berat dan dampaknya bagi lingkungan, yang mungkin ada di antara anda yang masih merasa asing.

Logam berat adalah kelompok unsur logam yang memiliki massa jenis 5 gr/cm³, yang berarti memiliki massa dan kepadatan yang tinggi. Massa dan kepadatan yang tinggi pada logam berat memungkinkan logam berat pada jumlah tertentu bisa menjadi racun bagi lingkungan.

Logam berat di bedakan menjadi dua kelompok, yaitu logam berat esensial dan logam berat non-esensial. Logam berat esensial adalah logam berat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah tertentu yang berfungsi untuk membantu metabolisme dalam tubuh, seperti Tembaga (Cu), Besi (Fe), Selenium (Se), dan Zink (Zn). Sedangkan logam berat non-esensial adalah jenis logam berat yang walaupun dalam jumlah sedikit, keberadaannya dalam tubuh justru bisa berbahaya dan menyebabkan keracunan, contohnya, seperti Merkuri (Hg), Arsenik (As), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd).

Dalam tulisan ini saya hanya fokus membahas kelompok logam berat non-esensial yang dapat menyebabkan pencemaran bagi lingkungan.

Logam berat dapat masuk ke tubuh organisme perairan melalui insang, permukaan tubuh, saluran pencernaan, otot dan hati. Logam berat tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh organisme perairan. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh kemudian mengalami absorbsi (penyerapan). Absorbsi logam dapat terjadi di seluruh saluran pencernaan, tetapi lambung adalah tempat penyerapan logam yang penting. Logam yang diserap dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Tingkat distribusi ke masing-masing organ terkait dengan aliran darah, dan membran sel. Jika manusia mengkonsumsi ikan yang mengandung logam berat, maka bisa berdampak negatif bagi kesehatan manusia seperti radang tenggorokan, nyeri kepala, gangguan otak, alergi, anemia, gagal ginjal dan lain sebagainya.

Untuk memperingkas tulisan ini, di bawah ini saya hanya fokus membahas salah satu logam berat saja, yaitu merkuri yang merupakan salah satu dari bahan pencemar yang sangat penting untuk diperhatikan. Tapi, jangan khawatir sebab di akhir tulisan, saya juga akan mencantumkan sumber atau rujukan yang saya pakai, yang mana saya harap semoga bisa membantu teman-teman yang ingin mempelajari sedikit lebih jauh tentang pencemaran logam berat.

Merkuri/raksa (Hg) adalah unsur logam yang sangat penting dalam teknologi di zaman modern saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai no atom (NA=80) dan mempunyai massa molekul relatif (MR=200,59). Merkuri disimbolkan secara kimia dengan Hg yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani Hydrargyricum yang berarti cairan perak.

Secara alami, Merkuri (Hg) dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut. Industri pengecoran logam dan semua industri yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku maupun bahan penolong (dalam artian penggunaan merkuri atau bahan yang mengandung merkuri dalam proses pengolahan), limbahnya merupakan sumber pencemaran merkuri. Contohnya seperti industri klor alkali, perusahaan pertambangan, peralatan listrik, cat, termometer, tensimeter dan industri pertanian.

Merkuri adalah logam berat yang sangat berbahaya dan beracun bagi organisme perairan dan juga manusia. Merkuri tidak dapat dipecah atau dirombak oleh bakteri pengurai (Non-biogradable) sehingga dapat menumpuk dalam perairan. Merkuri dapat masuk ke dalam air karena aktivitas penambangan, residu (sisa) pembakaran batubara, limbah pabrik, fungisida, pestisida, limbah rumah tangga dan sebagainya.

Merkuri dengan konsentrasi (Jumlah merkuri dalam air) yang tinggi kadang didapatkan di perairan dan jaringan ikan yang berasal dari pembentukan ion monoetil-merkuri yang larut, CH3Hg+ dan (CH3)2 Hg, oleh bakteri anaerobik (bakteri yang hidup tanpa memerlukan oksigen) di dalam sedimen. Merkuri dari senyawa-senyawa ini menjadi pekat di dalam lemak jaringan ikan (penguatan biologis) dapat mencapai 10³. Jika manusia mengkonsumsi ikan yang di dalam tubuhnya mengandung logam merkuri/metil merkuri maka logam itu bisa terakumulasi atau tertumpuk ke dalam aliran darah dan membran sel dan akan berakibat buruk bagi kesehatan manusia.

Ion merkuri menyebabkan pengaruh toksik karena terjadinya proses presipitasi protein yang menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan yang korosif (karatan/berkarat). Merkuri juga terikat oleh gugus sulfihidlir, fosforil, karbosksil, amida, dan amina, di mana dalam gugus tersebut merkuri dapat menghambat fungsi enzim.

Bentuk organik seperti Metil-Merkuri sekitar 90% diserap oleh dinding usus, jauh lebih besar daripada bentuk anorganik (HgCl2) yang terserap hanya sekitar 10%. Akan tetapi, bentuk merkuri anorganik ini kurang bersifat korosif dibandingkan bentuk organik. Bentuk organik tersebut juga dapat menembus lapisan sel yang sangat selektif yang memisahkan darah dari cairan otak dan melindungi otak dari zat berbahaya yang ada dalam darah (Blood Brain-Brain Barrier) dan menembus plasenta sehingga dapat menimbulkan pengaruh teratogenik (kelainan atau kecacatan pada janin) dan gangguan saraf.

Merkuri telah dimanfaatkan dalam bidang kedokteran sejak abad ke-15 sebagai pengobatan penyakit kelamin (sifilis). Kalomel (HgCl) digunakan sebagai pembersih luka sampai diketahui bahwa bahan tersebut beracun sehingga dihentikan penggunaannya.

Peristiwa yang sempat menggemparkan dunia, terjadi di jepang yang terkenal dengan nama Tragedi Minamata. Di mana penduduk di sekitar teluk Minamata mengalami keracunan metil merkuri akibat hasil buangan dari pabrik karena mengkonsumsi ikan yang dalam tubuhnya mengandung metil merkuri. Dilaporkan terjadi cacat tubuh pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi merkuri, sebesar 5-20 ppm. Ikan-ikan mati di sekitar teluk Minamata juga dilaporkan mempunyai kadar merkuri sebesar 9-24 ppm.

Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa perusahaan batu baterai PT. Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan metil merkuri dari ekstrak kerang dari teluk Minamata. Sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm metil merkuri, adapun di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 200 ppm. Sejak Maret 2001, 2.265 korban telah secara resmi diketahui terkontaminasi merkuri dan meninggal. Lebih dari 10.000 penderita telah menerima ganti rugi keuangan dari PT. Chisso.

Para pembaca sekalian, saya rasa sedikit pengantar di atas sudah bisa membawa kita untuk lebih dekat ke pokok persoalan.

Atas pertimbangan potensi bahaya dari Merkuri bagi kesehatan dan lingkungan yang cukup serius, penggunaannya semakin diperketat bahkan sampai dilarang. Pada tahun 1992, penggunaan merkuri dalam baterai telah menurun menjadi kurang dari 5%. Dan secara keseluruhan digunakan dalam perangkat listrik dan cahaya bulbs telah turun 50% pada periode yang sama. Penggunaan merkuri pada produk cat, fungisida dan pestisida telah dilarang di Amerika Serikat. Di Spanyol semua pertambangan merkuri telah dihentikan, padahal Spanyol pernah menjadi produsen merkuri terbesar di dunia sampai 1989.

Kesadaran global terhadap dampak buruk merkuri yang membahayakan kesehatan lingkungan hidup dan organisme lainnya khususnya peristiwa yang terjadi di Minamata, Jepang; telah mendorong dibentuknya konvensi Minamata tentang merkuri pada tahun 2013. Masyarakat Jepang khususnya dan masyarakat dunia kemudian menyadari bahaya pencemaran merkuri.

The United Nation Enviromental Programme (UNEP)⸺sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membidangi isu lingkungan⸺kemudian mengadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil Intergovernmental Negotiating Committes (INC) dari masing-masing negara untuk mendiskusikan dan menegosiasikan persetujuan global tentang merkuri. Konferensi tersebut menghasilkan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata tentang merkuri) yang ditandatangani oleh 128 negara, termasuk Indonesia dan Uni Eropa.

Meskipun merkuri termasuk logam berat yang sangat berbahaya dan beracun, tapi nampaknya masih digunakan sampai saat ini. Bahkan tragisnya, merkuri bisa sampai lolos ke lingkungan. Pernah beredar juga berita yang mengabarkan bahwa masih ditemukannya perdagangan merkuri melalui pasar-pasar gelap. Bahkan, penggunaan dan dampak merkuri pada kosmetik akhir-akhir ini juga masih sering ditemukan. Lantas siapa yang harus disalahkan?

Indonesia sendiri, peredaran dan perdagangan merkuri telah diatur dalam UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan:

Barang siapa yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, atau komponen lain yang berbahaya dan beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan, bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pembatasan dan pelarangan penggunaan merkuri bukan hanya hasil kesepakatan nasional, melainkan sudah menjadi kesepakatan internasional lewat konvensi Minimata 2013 oleh UNEP. Tapi mengapa Merkuri masih saja lolos dan lepas kontrol dari pemerintah?

Tragedi Minamata sudah cukup menjadi pelajaran bagi kita semua. Kita tidak mungkin mau melakukan kesalahan yang sama. Tragedi Minamata juga memberi tahu kepada kita bahwa yang selalu menjadi korban dari pencemaran akibat industri adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat kecil yang harus berjuang melawan penyakitnya. Berjuang harus memulai hidup baru, sebab ia tidak mungkin hidup di tempat yang lingkungannya sudah tercemar. Masyarakat yang harus berjuang melawan penyakitnya sembari disulitkan dengan kebutuhan pokok yang tambah susah. Sebab lingkungannya telah tercemar.

Halmahera bukan pulau kosong. Ada masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sana sejak puluhan tahun. Halmahera bukan hanya letak geografis semata. Ada warisan dan sejarah di sana. Namun, hari kita lihat berita yang sering muncul justru tampak seolah-olah masyarakat bukan apa-apa. Mereka hanya tampak seperti satu populasi kecil yang mungkin tidak terlalu penting untuk diperhatikan. Halmahera bukan hanya jumlah statistik yang diperlukan pada saat momentum pemilihan. Halmahera adalah masa depan bukan kepentingan sesaat.

Ke mana masyarakat harus bernaung?

Tentunya kita tidak harus mengulangi tragedi Minamata yang kedua?

Dari kasus-kasus sejarah yang sudah terjadi dan dari berita yang sempat hangat senin 26 Mei kemarin 2025, yang kita harapkan adalah semoga ini bisa menjadi cerminan dan pelajaran bagi pemerintah dalam melihat penting dan urgensinya masalah pencemaran lingkungan. Kita tentunya juga sangat mengharapkan kepada pemerintah untuk lebih memperkuat kontrol dan kendali atas peredaran dan perdagangan merkuri serta mengontrol menyebarnya merkuri ke lingkungan.

Rujukan/Referensi:
-Dian Yuni Pratiwi (2020), Dampak Pencemaran Logam Berat (Timbal, Tembaga, Merkuri, Kadmium, Krom) Terhadap Organisme Perairan Dan Kesehatan Manusia, Jurnal Akuatek , Vol. 1 (1), 59 -65

-Djamilah, dkk., (2023), Edukasi Bahaya Logam Berat dalam Tubuh dan Sumber Kontaminannya. Jurnal asta, Vol. 3 (1), 3-4

-Fadhel dkk., (2022). Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Dan Kromium (Cr) Pada Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Morosari, Sayung, Kabupaten Demak. Buletin Oseanografi Marina, Vol. 11 (2) :139–148

-M. Choirul Hadi (2013), Bahaya Merkuri Di Lingkugan Kita. Jurnal skala husada. Vol. 10 (2), 175-183.

-Mosyan Nimitch (2010), Penerapan Unsur Penyalahgunaan Dan Peredaran Merkuri Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup Dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat (StudiTerhadapPutusanMajelis Hakim Pengadilan NegeriBengkayangNomor: 26/PTS.Pid.B/2010/PN.BKY).

-Thomas Triadi Putranto (2011), Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Airtanah. Teknik-Vol. 32 (1) 62-68.

-Putri Oktavia (2024), Studi Kajian Literatur: Pengaruh Keberadaan Logam Berat Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Indonesia. Einstein’s Research Journal of Applied Physics. Vol. 2 (1), 20-23,

Bagikan: