
JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Firman Soebagyo, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memisahkan pemilihan legislatif (pileg) nasional dan pileg daerah.
Politisi partai Golkar itu ungkap putusan MK tersebut memiliki potensi memperpanjang masa jabatan DPRD 2024-2029 lantaran kemungkinan pemilihan umum baru bisa dilakukan pada 2031 jika mengikuti putusan MK.
Firman bilang, argumen perpanjangan masa jabatan DPRD tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu secara langsung dan dicalonkan melalui partai politik.
“Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi perpanjangan masa jabatan tersebut,” akunya.
Kata dia, dalam prinsip demokrasi, perpanjangan masa jabatan DPRD dapat dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang menghendaki adanya pemilihan langsung dan berkala untuk memastikan bahwa wakil rakyat yang dipilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
“Perpanjangan masa jabatan DPRD tersebut adalah kebijakan yang keluar dari prinsip demokrasi,” tuturnya.
Firman tambahkan, perpanjangan masa jabatan DPRD dapat mempengaruhi keterwakilan rakyat, karena anggota DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat mungkin tidak lagi mewakili kepentingan rakyat yang berubah-ubah selama masa jabatan yang diperpanjang.
“Namun, perlu diingat bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang implikasi dan dampaknya terhadap sistem demokrasi dan keterwakilan rakyat di Indonesia,” paparnya.
Sebelumnya, MK memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
Dalam amar putusan MK menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai.
‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’.
Penulis: Redaksi