
JAKARTA – Anggota Badan Legislasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Firman Soebagyo, ungkap kondisi industri tekstil Indonesia sepuluh tahun terakhir sangat memprihatinkan.
Industri tekstil Indonesia, sebelumnya pernah berjaya di era Presiden Sukarno dan Presiden Suharto. Di era tersebut, dunia tekstil nasional mengalami kejayaan yang cukup pesat, jika dibandingkan dengan sekarang.
Hal itu diutarakan, Politisi Partai dengan Lambang Pohon Beringin, Firman Soebagyo, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ketua DPP IKATSI, Asosiasi Pertekstilan Nasional, APSyFI dan Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia, di ruang rapat Baleg, Senin 26 Mei 2025.
“Di era Bung Karno dan Pak Harto dulu, pertekstilan mengalami kejayaan, namun sepuluh tahun terakhir sebelum Pak Prabowo, ini adalah kehancuran dari pertekstilan nasional,” aku Firman Soebagyo.

Menurutnya, DPR RI sebagai perpanjangan tangan masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk mendorong regulasi yang dapat memproteksi pertekstilan nasional, dengan cara mendorong sejumlah aspek untuk diatur dalam Undang-Undang Pertekstilan, karena ini merupakan open legal policy sehingga menjadi kewenangan DPR RI.
Politisi senior Partai Golkar itu mengusulkan agar dibentuk Fokus Grup Diskusi (FGD) sehingga dapat mendengar penyampaian pokok-pokok permasalahan yang dihadapi, kemudian membahasnya hingga tuntas untuk didorong ke dalam Undang-Undang Pertekstilan mulai dari aspek teknis, hulu, hingga bahan baku.
“Kita bahas sampai tuntas dari pagi sampai sore, jika perlu sampai malam. Kemudian dari situ kita rumuskan, mana poin-poin yang harus dimasukan di UU, mulai dari aspek teknis, hulunya, dan bahan bakunya. Misalnya Pulppeaper atau bubur kertas yang merupakan bahan utama pembuatan kertas, memang ada tapi belum diatur dalam regulasi, ” jelas Firman.
Ia juga menambahkan, yang dibutuhkan dalam industri tekstil sekarang ini adalah kapas, akan tetapi kapas di dunia sekarang sudah mulai terbatas, bahkan di Indonesia nyaris habis, disebabkan karena tidak ada jaminan harga.
“Kita perlu mendorong untuk digelar FGD dan setelah mendapatkan masukan dari stakeholder kemudian kita bahas lagi dalam rapat dengan pemerintah, sehingga regulasi yang kita buat adalah berdasarkan kepentingan industri pertekstilan, supaya kita bisa kembali pada kejayaan pertekstilan nasional,” tandasnya.
Penulis: Redaksi