
HALTIM – Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato (AMBPW) terus menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang nikel PT Priven Lestari di Pegunungan Wato-Wato. Mereka menilai, kawasan tersebut merupakan sumber penghidupan utama bagi masyarakat setempat.
Juru Bicara AMBPW, Said Marsaoly mengungkapkan, bahwa PT Priven Lestari terus berupaya membujuk warga agar menjual lahan mereka.
Padahal, kata Said, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010–2029 dan Rekomendasi Penyesuaian Tata Ruang, kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) tidak diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan.
“Jika pertambangan dilakukan di lahan APL, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan kawasan permukiman Buli. Berdasarkan peruntukan ruang dalam RTRW, seharusnya tidak ada kegiatan tambang di sana,” kata Said, Minggu 9 Februari 2025.

Berdasarkan hasil overlay, Said bilang PT Priven Lestari telah mencaplok 547,7 hektare kawasan APL serta 2.672 hektare kawasan Hutan Lindung. Melihat fakta ini, AMBPW meminta Bupati Haltim untuk segera menginstruksikan dinas terkait melakukan sosialisasi Perda RTRW kepada masyarakat.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta DPRD Haltim untuk memfasilitasi pertemuan dengan DPRD Provinsi Maluku Utara, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, serta Dinas Lingkungan Hidup guna membahas masalah ini lebih lanjut.
Ia menambahkan, masyarakat Buli sudah mengalami dampak negatif dari berbagai operasi tambang sebelumnya, termasuk PT Aneka Tambang (Antam). Menurutnya, jika Antam yang memiliki sertifikasi ISO dalam manajemen lingkungan saja masih kewalahan menangani pencemaran, maka PT Priven Lestari yang keberadaannya belum jelas akan bisa lebih merugikan masyarakat.
“Kami berkomitmen untuk melindungi lingkungan demi kecukupan, bukan keserakahan. Oleh karena itu, Pemerintah Haltim harus berani merekomendasikan pencabutan izin tambang PT Priven Lestari. Masyarakat berharap pemerintah daerah benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan korporasi tambang. Jika tidak ada tindakan nyata dari pemerintah, bukan tidak mungkin gerakan perlawanan masyarakat akan semakin meluas,” tukasnya.
Terpisah, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menegaskan bahwa Pegunungan Wato-Wato memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat Buli. Kawasan ini merupakan sumber air bersih bagi warga, sehingga keberadaannya harus dilindungi dari ancaman tambang.
“Sungai-sungai yang mengalir dari pegunungan ini menjadi sumber utama air bersih bagi masyarakat setiap hari. Jika tambang beroperasi, sumber air ini bisa rusak atau bahkan hilang. Namun ironisnya, pemerintah daerah seolah tidak melihat ancaman ini secara serius,” tegas Julfikar.
Untuk diketahui, AMBPW telah menggelar audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Timur (Haltim). Pertemuan itu dihadiri oleh pimpinan DPRD, Kepala Bagian Hukum, Kepala Badan Lingkungan Hidup, serta perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Haltim pada Senin, 13 Januari 2025 lalu.
Pada pertemuan itu, AMBPW menegaskan penolakan terhadap operasi PT Priven Lestari dan mendesak pemerintah daerah untuk segera menyampaikan aspirasi warga ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka juga menuntut pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan tersebut.
Reporter : Malik Jais Doa
Editor : Redaksi