_ _ _ _

JAKARTA – Penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako menemukan pencemaran logam berat merkuri dan arsenik pada sampel ikan di area penambangan dan pengolahan nikel Teluk Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Sebanyak 47 persen sampel darah warga sekitar yang diteliti juga mengandung merkuri dan 32 persen memiliki kadar arsenik melebihi batas aman.

Annisa Mahrani, peneliti Nexus3 Foundation, sampaikan temuan tersebut dalam pertemuan pers yang dihelat di Jakarta, pada Senin 26 Mei 2025.

Pengumpulan data lapangan dilakukan oleh tim Nexus3 bekerja sama dengan Universitas Tadulako pada Juli 2024. Sampel yang diteliti mencakup sedimen, air dan ikan di sekitar wilayah Teluk Weda (Weda Bay) dan area industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).

Untuk memeriksa dampak lanjutan dari pencemaran di sekitar Teluk Weda, kata Annisa, timnya melakukan biomonitoring dengan menganalisis kadar enam logam berat dalam darah penduduk.

Menurutnya, jumlah total responden yang diteliti sebanyak 61 orang sebagai kelompok kontrol. Rinciannya, 46 orang tinggal di dua desa terdekat dengan IWIP, yakni Desa Gemaf dan Desa Lelilef, serta 15 orang dari Ternate.

”Dari penelitian kami, kualitas air di wilayah Ake Jira telah melampaui ambang batas standar air sungai kelas 1 sehingga tidak layak digunakan untuk air minum dan keperluan air bersih oleh masyarakat. Perbandingan dengan data dasar (baseline) tahun 2008 semakin memperkuat keluhan masyarakat mengenai menurunnya fungsi sungai sebagai sumber air minum dan air bersih,” katanya.

Annisa menambahkan, uji sedimen menunjukkan konsentrasi logam berat dalam sedimen sungai, tetapi angkanya masih serupa dengan data dasar yang dikumpulkan pada tahun 2007, sebelum adanya aktivitas industri nikel. Hal ini mengindikasikan bahwa logam berat kemungkinan tidak terakumulasi dalam sedimen, tetapi terbawa arus sungai ke muara dan kemudian terdeposit di laut.

”Berdasarkan kesaksian para nelayan dan pejabat pemerintah mengenai sedimentasi di muara sungai, sangat penting dilakukan pengujian terhadap akumulasi logam berat di area tersebut,” imbuhnya.

Riset juga menemukan, sampel ikan yang dikumpulkan dari Teluk Weda telah tercemar logam berat. Kandungan merkuri (Hg) dan arsenik (As) ditemukan pada setiap ikan yang diuji. Nikel (Ni) terdeteksi pada salah satu ikan gutila dengan kadar 0,25 mg/kg, kadmium (Cd) terdeteksi pada salah satu ikan dolosi dengan konsentrasi 0,02 mg/kg, dan kromium (Cr) terdeteksi pada ikan gutila dan sorihi masing-masing 0,57 mg/kg dan 0,30 mg/kg. Timbal (Pb) dan kobalt (Co) tidak terdeteksi pada semua sampel ikan.

Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, empat sampel ikan melebihi batas maksimum kontaminasi arsenik total sebesar 2 mg/kg. Sementara tujuh sampel lainnya mengandung kadar arsenik dalam kisaran 1-2 mg/kg. Namun, tidak ada sampel ikan yang melebihi batas maksimum kontaminasi merkuri.

Kandungan logam berat pada ikan ini, terutama arsenik, menunjukkan angka jauh lebih tinggi dibandingkan dengan data data 2007. Sebelumnya, Pusat Penelitian Oseanografi (RCO-LIPI) ditunjuk oleh Weda Bay Nickel untuk melakukan pemeriksaan logam berat pada daging ikan laut yang dikonsumsi masyarakat di Teluk Weda sebagai data dasar.

Sementara itu, pemeriksaan konsentrasi logam berat dalam darah menunjukkan bahwa 22 individu (47 persen) memiliki kadar merkuri yang melebihi batas aman sebesar 9 μg/l. Sebagai perbandingan, 15 individu (32 persen) memiliki kadar arsenik yang melebihi batas aman sebesar 12 μg/l dari total 46 responden masyarakat yang berpartisipasi dalam studi ini.

”Kadar merkuri dan arsenik dalam darah cenderung lebih tinggi pada warga yang bukan pekerja di kawasan industri IWIP,” kata Annisa.

Masuk ke Rantai Makanan

Darmawati Darwis, guru besar di Program Studi Fisika FMIPA Universitas Tadulako, yang turut dalam penelitian ini mengatakan, lebih tingginya kadar merkuri dan arsenik pada warga yang bukan pekerja di kawasan industri bisa menjadi indikasi paparan logam berat telah menyebar luas di komunitas. ”Temuan ini bisa menjadi sinyal bahwa pencemaran lingkungan telah masuk ke rantai konsumsi rumah tangga,” ucapnya.

Menurut laporan ini, logam berat dapat bersifat toksik bagi tubuh manusia jika seseorang terus-menerus terpapar pada frekuensi tinggi dan melebihi batas aman konsumsi. Perhitungan perkiraan asupan mingguan (estimated weekly intake/EWI) dari merkuri dan arsenik dalam 16 sampel ikan yang diteliti menunjukkan bahwa tujuh sampel ikan melebihi batas konsumsi mingguan aman (provisional tolerable weekly intake/PTWI) arsenik sebesar 15 μg/kg.

Nilai EWI arsenik tertinggi ditemukan pada sampel sorihi dari Desa Gemaf dan Lelilef serta ikan gurara. Sementara itu, nilai EWI merkuri berkisar 0,35-3,26 μg/kg, dengan rata-rata 0,77 μg/kg.

Menurut Darmawati, cemaran logam berat ini bisa memicu risiko jangka panjang di masyarakat. ”Penelitian ini merupakan bentuk tanggung jawab akademik untuk menghadirkan data ilmiah yang transparan dan berbasis lapangan. Bukan menyudutkan pihak manapun,” ujarnya.

Ia berharap temuan ini bisa memperbaiki tata kelola lingkungan di sekitar industri. Ia menegaskan bahwa pembangunan industri seharusnya sejalan dengan perlindungan masyarakat dan kelestarian alam.

Yuyun Ismawati, pendiri Nexus3 Foundation, merekomendasikan adanya komite independen untuk mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial dari Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk hilirisasi nikel di Teluk Weda ini. ”PSN seharusnya memayungi dan mengedepankan berbagai hak, termasuk hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang sehat,” katanya.

Menurut Yuyun, para peneliti selama ini kesulitan untuk mengambil sampel di lokasi PSN. ”Di titik ideal untuk mengambil sampel, sebagian besar tidak bisa diakses peneliti. Jadi, seharusnya ada komite independen, mungkin di bawah Komnas HAM. Untuk memastikan proyek nasional berjalan dengan benar harus ada yang melakukan pemantauan secara sistematis dan reguler, dan hasilnya disampaikan ke publik,” tuturnya.

Tanggapan IWIP

Corporate Communication Manager PT IWIP, Jordan Xu, yang dimintai konfirmasi mengenai temuan ini, mengatakan, IWIP secara rutin melakukan koordinasi teknis, inspeksi, dan audit internal bersama para tenant untuk memastikan implementasi pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan dokumen perizinan yang berlaku. Pemantauan lingkungan juga sudah dilakukan secara berkala melalui kerja sama dengan laboratorium yang telah terakreditasi dan terdaftar di Kementerian Lingkungan Hidup.

”Hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter lingkungan masih berada dalam ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Sekalipun demikian, Jordan memahami kekhawatiran yang muncul dari laporan yang disampaikan Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako, khususnya berkaitan dengan kualitas lingkungan dan potensi dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

”IWIP berkomitmen untuk terus melakukan kajian menyeluruh guna mengevaluasi dan meningkatkan kinerja lingkungan secara berkelanjutan. Kami juga terbuka terhadap dialog dan kerja sama dengan berbagai pihak serta mendukung inisiatif kolaboratif untuk memperkuat sistem pemantauan lingkungan yang transparan dan akuntabel,” katanya.

Jordan menambahkan, manajemen IWIP bersama semua perusahaan yang beroperasi di dalam kawasan industri telah menjalankan kegiatan operasional sesuai ketentuan perundang-undangan di Indonesia. ”Seluruh aktivitas industri dijalankan berdasarkan izin resmi dan diawasi melalui sistem pemantauan yang terintegrasi. Sebagai pengelola kawasan, IWIP menerapkan sistem pemantauan berbasis regulasi untuk memastikan kepatuhan seluruh tenant terhadap standar lingkungan,” pungkasnya.

Penulis: Abdul Malik

Bagikan: